Buta Warna
Citarasa Fiksi Dalam Bentuk Fotokopi
Minggu, 07 Februari 2010
Labirin dan jalan panjang para pendosa
Saya baru saja terbangun dari mimpi buruk semalaman suntuk. mimpi itu membawa saya menuju kepada sebuah labirin panjang yang aneh dan tak menyenangkan. Saya seperti sedang berjalan diantara gang-gang sempit, dengan ratusan tikungan, pertigaan, perempatan, Jalan dua arah dan searah. Setiap berbelok sepertinya semakin rumit untuk menemukan kembali jalan keluar, tersesat dan hanya berputar dijalan yang itu-itu saja. Lelah! Tak sadar ternyata saya sudah berjalan terlalu jauh.
Di jalan ini ada banyak manusia senasib yang masing-masing mempunyai masalah mereka sendiri-sendiri, lalu mereka menuntun saya kepada bentuk kehidupan yang sedemikian kaya dengan berbagai nuansa pemikiran, manusia-manusia yang saya jumpai disini semuanya bertingkah aneh, sepertinya jalan ini memang sudah lama dihuni oleh orang-orang gila, saya yakin disini saya adalah satu-satunya manusia waras yang pernah ada!. walaupun sebagian dari mereka ada juga yang terlihat waras tetapi tetap saja saya melihat keganjalan dari dari diri mereka masing-masing. mereka selalu berteriak bebaskan! ingin rasanya membungkam teriakan mereka yang sangat mengganggu ketenangan saya dan manusia-manusia lain yang santun dijalanan ini. sebelumya dijalan ini saya juga menjumpai manusia-manusia munafik berkedok Agama yang menjadi penceramah moral yang terus menumbuh dan menyuburkan kelompok-kelompok piciknya yang enggan menerima perbedaan. sekarang mereka mulai menjadi ancaman! mereka memandang sinis kearah saya dan keenamratus enam puluh enam pendosa ditambah dengan ratusan agnostik dan atheis yang sama-sama berjalan dijalan ini. mereka menganggap bahwa saya telah mempermainkan Tuhan. tetapi saya membantah! Bukan saya yang mempermainkan Tuhan, tapi Tuhanlah yang telah mempermainkan kita. Tuhan sengaja menciptakan kehidupan ini agar Dia tidak bosan hidup sendiri. Tuhan membutuhkan teman dan sesuatu yang bisa dipermainkan. Dia menciptakan kita, dan kita adalah boneka bagiNya. mereka semua tertawa, dan itu adalah tawa yang jelek dan menakutkan, saya pergi meninggalkan mereka sebelum ada niatan dari mereka untuk membunuh saya.
selanjutnya terdengar diujung jalan, gemuruh ramai suara pesta pelacur-pelacur muda yang sedang asik berjoget dengan diiringi irama dangdut dan mengandalkan goyangan yang menjadi perangsang kemaluan para pelanggannya. disini adalah tempat berkumpulnya alat-alat kelamin yang dapat disewakan dengan cara membayar tunai atau dengan kartu kredit gesekan, wanita-wanita muda yang sedang menjual wajah dan kulit mulus, lalu menawarkan jasa hubungan kelamin dengan 4 posisi selama 30 menit. semua yang ada disini serba selangkang yang bisa diajak tidur bekerja sama, manusia-manusia disini bisa bebas menggunakan alat kelamin orang lain tanpa aturan lembaga pernikahan yang suci adanya. tempat ini adalah kehidupan bagi manusia-manusia berprilaku seks bebas hetero dan homo yang anti berkeluarga normal. saya harus cepat pergi dari tempat yang berbahaya ini sebelum saya terjebak dan menjadi salah satu dari mereka.
saya semakin tersesat, semakin jauh dari pintu-pintu keluar, dan semakin sulit menebak kemana kaki saya akan bergerak dan melangkah. lalu saya menapaki anak-anak tangga yang menuju seperti sebuah setasiun kereta bawah tanah. ada banyak pemabuk dibawah sini, diantaranya ada seorang laki-laki seperti terjangkit virus HIV-AIDS sedang menadahkan topinya lalu mengemis. Belum pernah saya melihat kerangka manusia berbalut kulit tanpa daging dan lemak sekurus dia itu. sinar matanya kosong, suaranya parau. saya ingin berbuat sesuatu untuk dia, tapi apa? tak lama kemudian datang sebuah kereta, dan berhenti tepat didepan saya, lalu ada seseorang yang datang menjemput dan mengatakan "kereta ini berjalan menuju Neraka! silakan naiklah! Kamu tidak akan bisa selamat dari mimpi buruk ini?!”. Saya merasa ragu tapi tak bisa menolak untuk menaiki kereta ini.
sosok-sosok seperti barisan mayat hidup ada diantara saya. Pelacur, Pendeta-Pendeta palsu dan keenam ratus enam puluh enam pendosa, semuanya berkumpul menjadi satu kelompok, kami berjalan memasuki seperti mulut Gua dengan pahatan monster di kedua sisinya. Mungkin tempat ini adalah penjara bagi para pembuat dosa?
Catatan ini hanya sebatas kepalsuan saya tentang Dosa, bahkan belum pernah saya mempunyai mimpi seburuk ini, semuanya hanya fiksi.
Iwan ( september 2008 )
Catatan luka robot-robot pekerja
Saya adalah seseorang yang terlahir dan ditakdirkan menjadi sosok seorang gila dengan impian-impian yang dianggap dosa oleh para tetangganya. Saya adalah laki-laki bebas! Idealis, dan tak berbeda dengan para pemuda sejenisnya. Alam dan lingkungan telah memberikan banyak pelajaran tentang kebebasan, kebebasan menuangkan aspirasi, kebebasan berekspresi, dan kebebasan memunculkan identitas. Tuhan memberikan banyak pilihan dalam menentukan apa yang akan membawa kita pada kebahagiaan. Menurut saya telah menjadi kodrat manusia untuk menetapkan pilihan-pilihan dalam kehidupannya. Pilihan-pilihan itu adalah merupakan wujud dari kehendak bebas.
Diri saya yang lain telah membawa saya kepada imajinasi-imajinasi gila yang menyesatkan tapi menyenangkan, dia selalu mengatakan kamu adalah diri kamu, bukan orang lain, tak perlu kau buktikan siapa dirimu, sebab dirimu sudah ada sejak semula. Bersiap dan terimalah dirimu menjadi bagian dari siksaan-siksaan duniawi yang sudah tidak lagi bisa dikendalikan kebusukannya. Saya, kamu dan robot-robot pekerja yang lainnya, hidup diatas tanah yang begitu pahit. Tanah yang sudah dikuasai oleh pemerintahan yang membuat kekuasaan semena-mena dimana hukum hanya berlaku untuk orang-orang bawahan.
Selalu ada upaya memberontak dari batas-batas pemikiran yang membawa impian menuju kepada makam-makam dimana harapan akan terkubur hidup-hidup. Sudah cukup mereka menguasai saya! Saya benci dikuasai! Membayangkan betapa bahagianya hidup jika tanpa seseorang yang menindas seseorang yang lainnya, atau tak ada penguasaan individu terhadap individu yang lainnya. Kita semua manusia bebas! Tuhan memberikan kebebasan! Bebas adalah keinginan lepas dari jeratan tali yang mengikat kaki-kaki yang berhenti melangkah dari jalan-jalan yang semakin terpinggirkan dari peradapan. Saya tetap berjalan, pelan tapi pasti! Tetapi disini saya tidak mampu berjuang sendiri, saya butuh orang-orang yang sejenis dengan saya itu untuk bersama-sama melangkah dan angkat bicara. Kita bisa membuktikan bahwa kita bukanlah kerbau suruhan yang di cucuk hidungnya yang tak bisa melakukan perlawanan! Katakan bahwa harga diri kita tak semurah harga keringat yang mampu mereka bayar!
For Mayday!
Iwan ( Mei 2008 )
Bulshit of my monday activity
Siapa senang dengan hari senin? Saya seperti orang kebanyakan yang selalu merasakan kesibukan aktivitas kerja di hari pertama setelah melewati akhir pekan, selalu tergesa-gesa di senin pagi dan selalu repot di senin sore. Jujur saya baru bisa merasa lega atau bernafas bebas setelah melewati senin malam. Saya merasakan sendiri bahwa hari senin itu adalah hari yang sesak dengan pikiran dan paksaan tenaga.
Jika saja ada seseorang yang suka dengan hari senin, saya ingin sekali menjadi seperti dia. Saya harus banyak belajar dengan orang-orang yang merasa nyaman dengan kemacetan lalu lintas, atau dengan orang-orang yang penuh semangat saat dia tergesa-gesa menuju ketempat kerja, atau dengan orang-orang yang tidak merasakan stress ketika menghadapi waktu yang hanya tersisa sedikit untuk bisa sampai ketempat kerja. Saya merasa seperti mempunyai banyak masalah di hari senin, entah kenapa padahal aktivitas juga gak berbeda dengan hari-hari yang biasanya Mungkin karena sudah terbawa malas sebelumnya jadi merasa ada sesuatu yang membebani pikiran. Padahal kesibukan bukan hanya pada hari senin saja, hari-hari biasa juga sama sibuknya, tapi dibandingkan dengan hari yang lain memang hari seninlah yang paling terasa capeknya, mungkin karena akhir pekan yang menyenangkan telah membuat kita menjadi malas untuk beraktivitas, libur satu hari tidak pernah cukup untuk menyegarkan kembali otak yang semakin lama semakin tua dan semakin luluh lantak memorinya. Siapapun pasti merasa senang jika ada libur di hari senin...
Iwan ( Maret 2008 )
Harapan adalah mimpi yang tak akan pernah berakhir..
Setumpukan doa yang sudah di siapkan gereja untuk menyambut natal telah tercetak dalam kertas-kertas berbentuk booklet yang tidak pernah sedikitpun tersentuh oleh saya apalagi untuk membacanya, bukan karena kemasannya yang kurang menarik atau doanya yang kurang pas, tetapi jujur saya hanya merasa masih terlalu cepat untuk bertobat hari ini. Tuhan mungkin maha pemaaf, tapi saya adalah seorang yang sadar bahwa saya belum bisa bertanggung jawab dengan komitment pertobatan, yakin saya tidak akan pernah bisa seratus persen menjadi baik. Hari esok tentu saja tanpa sadar saya pasti akan mengulang kembali kesalahan-kesalahan dan predikat pendosa tidak akan pernah lepas dari diri saya.
Sangat menyakitkan mungkin jika mengingat kembali kesalahan-kesalahan masa lalu, saya melihat diri saya masih dalam kekacauan, masih takut menghadapi kedewasaan, pesimis dan belum siap menjadi diri sendiri, upaya untuk membenahi diri adalah syarat untuk mewujudkan harapan yang telah lama membusuk bersama mimpi yang tak pernah terselesaikan. Akhir tahun jutaan orang mulai sibuk membuat daftar harapan atas semua keinginan mereka, selalu ingin menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, harapan yang selalu sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun baru ini saya tidak ingin ada harapan apapun, karena saya sudah merasa cukup dengan semua kemampuan saya untuk mewujudkan mimpi yang ternyata tidak mudah, butuh perjuangan dan kerja keras untuk mencapai suatu titik bernama puas.
Imajinasi dalam pikiran saya tidak memiliki batas dan tidak pernah ada kata puas didalamnya, itulah kendala bagi saya untuk menemukan kebahagiaan, orang bijak bilang hidup memang tidak pernah sempurna karena itu harus ada usaha untuk berpuas dengan segala kekurangan, tapi sifat itu tidak pernah ada dalam diri saya, saya akan terus mencari mimpi itu dan tidak mau ada sedikitpun kekurangan atau terpaksa merasa puas karena harus sadar dengan keterbatasan diri, pencarian saya belum berakhir selama saya masih terus berkata sanggup untuk mewujudkan kegilaan saya dan berusaha semaksimal mungkin untuk segara terbangun dan sadar dari semua mimpi buruk ini.
Setahun belakangan ini saya mempunyai pertarungan seru tentang mewujudkan format ideal dalam menjalani hidup dan kehidupan, saat ini dan masa-masa selanjutnya... Hidup dan menjalani kehidupan dengan banyak aksesoris modernitas seperti yang saya alami sekarang ini sebenarnya sudah membuat saya bosan dan merasa jadi semakin lelah, lebih-lebih ketika persoalan yang ada di pikiran serasa gak selesaiselesai, modernitas telah membuat saya menjadi korban konsumerisme, padahal dulu hidup saya baik-baik saja sebelum adanya aksesorisaksesoris modern yang semakin lama semakin canggih dan terpaksa harus memilikinya karena terdesak oleh kebutuhan. Tapi saya harus realistis, hidup saya harus disesuaikan dengan jaman yang semakin lama semakin berkembang dan semakin mendekati kehancuran, lalu harus kembali lagi pada harapan untuk hidup yang bahagia dan berkualitas. Lalu kapan berakhirnya impian itu jika kenyataanya impian itu tidak pernah memiliki akhir...
Iwan ( Januari 2008 )
Televisi

Harus saya sadari bahwa saya memang telah tergila-gila pada Televisi. mungkin juga kamu? karena hampir setiap orang suka dengan televisi, diluar jam kerja saya aktif menonton selama 3 sampai 5 jam sehari, menghabiskan banyak waktu didepan Televisi hanya untuk mengkonsumsi tayangan-tayangan yang sebagian besar adalah penipuan! saya terpaku pada layar dan malas mengerjakan hal-hal yang sebenarnya ingin sekali saya lakukan, banyak hal yang belum terlaksana karena rentang waktu yang terbuang hanya untuk menonton televisi.
Televisi adalah kejahatan terbesar yang pernah ada didunia ini. tidak sedikit orang yang menjadi korban dari sebuah iklan! 6 minggu kulit menjadi putih, cantik dalam waktu 5 menit, mencuci dengan kekuatan 12 tangan, dll. dan pada akhirnya kita semua menjadi pengkonsumsi barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut tuntutan kebutuhan yang dipentingkan.
Menonton televisi memang tidak salah tetapi Menonton televisi bukanlah sarana hiburan satu-satunya untukmu. Menonton, adalah kegiatan pasif yang tidak melibatkan partisipasi mu. Menonton, adalah membuka gerbang pikiranmu untuk diisi oleh pesan-pesan dari orang-orang yang tak peduli dengan hidupmu.
Iwan ( juni 2008 )
Catatan desember 2008...
Halte bus dengan graviti berbentuk vandal disetiap tiang dan atap, menjadi tempat teduh manusia-manusia yang mengaku lelah menjadi budak aktivitas, jeratan dari waktu ke waktu membuat muram wajah-wajah pencari mimpi yang kian bosan bersapa pada malam, saya cukup lelah! Obrolan soal sinetron diantara dua wanita setengah tua memperparah kebisingan suara kelakson dan kenalpot di halte ini, situasi dimana saya benar-benar terjebak dalam kebosanan para pembual dan pemuja televisi. seakan berharap kecepatan angkutan kota yang diatas 80km/jam itu menabrak seorang Raam Punjabi!!! Lihatlah! masyarakat kita selalu berkaca pada sinetron. kehidupan menjijikan seperti sedang menyetubuhi diri sendiri dihadapan PC dengan tayangan BangBros dan Naughty America.
Saya benar-benar bosan dengan rutinitas harian, malam seharusnya bisa memberikan saya ketenangan, bulan yang menerangi dengan pancaran sinar teduhnya yang membulat, merengkuh segala bentuk kehidupan malam di bawahnya, itu adalah bulan purnama palsu yang pertama kali saya lihat!, gerimis tak lagi mengiringi langkah dari aktivitas kerja menuju rumah. Ratusan orang di gang ini mungkin baru saja masuk pada babak pertama mimpi-mimpi diatas bantal. sementara saya masih harus melintasi beberapa tikungan, rawan setan adalah lelucon manusia-manusia kampungan yang otaknya selalu menyerap doktrin-doktrin palsu sebuah media bernama Televisi, jutaan orang menjadi pecundang! Jutaan orang menjadi percaya bahwa hantu akan mencekik kita, orang jahat dikuasai setan! Padahal hantu itu tidak pernah ada, yang nyata itu sebenarnya adalah ketakutan kita. Rasa takut memang merupakan virus yang menyerang secara membabi buta meracuni fungsi hati dan otak kita. lupakan rasa takut dan kita akan tertidur pulas malam ini.
PC, Coffee dan setumpukan buku catatan telah menjadi pemicu fantasi liar! pikiran-pikiran yang menjadi sampah di otak mulai berubah menjadi teks-teks pemberontakan, sehingga menimbulkan adiksi, kegelisahan, dan kegalauan yang tumbuh sedemikian buruknya, selalu bermasalah dengan dunia yang membusuk karena usianya yang semakin tua, bukan membenci tetapi hanya bosan!!
Iwan ( Desember 2008 )
Budaya mengemis
Yang menjengkelkan saya melihat orang tua mereka hanya duduk ditepi jalan sambil mengawasi anaknya mengemis, bagaimana dengan tanggung jawab mereka sebagai orang tua? Bukankah seharusnya orang tua mereka yang bekerja, saya tidak bisa memaklumi orang tua mereka melakukannya karena alasan kemiskinan, jika ingin mengemis seharusnya orang tua mereka saja yang mengemis, anak-anak cukup mengawasi orang tua mereka ditepi jalan, prasangka saya orang tua mereka sengaja
menyuruh anaknya untuk mengambil simpati para penumpang angkutan kota.
Anak-anak sudah diajarkan menjadi pengemis? Dalam teori pendidikan, bila sejak kecil anakanak ditempa kerja keras, maka dia akan tumbuh menjadi pekerja keras, bila diajari malas-malasan dia akan menjadi orang malas, maka akan jadi apa jika sejak kecil sudah diajari mengemis? Pemerintah harus bertindak bila perlu mengambil anak-anak yang menjadi pengemis tersebut dan memberi sanksi kepada orang tuanya, jika orang tuanya benar-benar tidak mampu, pemerintah bisa mengambilnya untuk di didik, supaya mental pengemis tidak menjadi-jadi dalam jiwa mereka. Sayang anakanak terlantar tidak mampu dipelihara oleh Negara, realitasnya hanya baru ada dalam
mukadimah konstitusi. Biaya hidup di negara kita memang mahal, apalagi untuk urusan sekolah untuk urusan perut saja masih harus jungkir balik bekerja mati-matian dari pagi sampai malam, tak ada pendidikan murah apalagi gratis untuk anak-anak jalanan, kenyataannya sekolah hanya untuk mereka yang mampu.
Susahnya mencari kerja membuat sebagian orang rela menjadi pengemis untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, sepertinya mereka tak peduli dengan rasa malu yang penting bisa makan hari ini. Saya lebih menghargai seorang pemulung yang mau bekerja dengan sampah hingga lelah dengan penghasilan yang tidak seberapa, ketimbang orang malas yang lebih memilih duduk dan mengemis tapi sebenarnya dia mampu bekerja sebagai pemulung.
Saya bukannya tidak peduli dengan hal seperti ini untuk sekarang memang sangat sulit membedakan antara pengemis yang asli dengan pengemis yang palsu, mengemis bukan lagi melulu dilatari cerita tentang kemalangan hidup. Lebih sering, bahkan bermula dari keputus asaan dalam mencari kerja, atau malah kemalasan yang berjodoh dengan terkikisnya rasa malu. Beberapa bulan yang lalu salah satu stasiun Televisi menayangkan dan berhasil membongkar sindikat pengemis palsu di Jakarta, dikampung halamannya para pengemis ini memiliki harta yang berkecukupan, jika kebutuhan mereka sudah terpenuhi pantaskah mereka besok kembali datang mengemis? Jangan-jangan pengemis sudah menjadi “Profesi”, ada hari libur dan jam kerja, pelatihan menjadi pengemis dan syarat kelulusan untuk menjadi pengemis.
Mungkin memang tidak semua pengemis begitu, masih banyak pengemis dengan tubuh renta, terbungkuk-bungkuk, badan sudah tidak kuat lagi bekerja, sementara sanak saudara sudah tidak bisa diandalkan, mereka terpaksa mengemis, tapi untuk sekarang ini memang sulit bagaimana kita membedakan mana pengemis yang asli, mana
pengemis yang palsu?
Iwan ( Januari 2008 )
Ini adalah hari ulang tahun Tisya,
Sebuah lilin berbentuk angka 5 menyala pada kue tart yang bertuliskan "Happy Birthday" terlihat di sudut ruangan diantara kado-kado yang dibungkus dengan kertas aneka warna seperti merah nyala, hijau mengkilap, biru terang, kuning cerah hingga kertas bergambar boneka dan permen. Suasana ikut dimeriahkan dengan tawa dan tepuk tangan semua teman Tisya yang turut hadir untuk meramaikannya, kadang suasana juga dikejutkan dengan suara balon pecah dan tangisan beberapa anak yang mulai tidak sabar menunggu kue dibagikan.
Bibir Tisya yang mungil mulai agak sedikit maju, mengambil aba-aba bersiap untuk meniup lilin diatas kue ulang tahun, sementara lagu ulang tahun sudah mencapai kata-kata akhir
"Tiup lilinnya
tiup lilinnya
tiup lilinnya sekarang juga
sekarang juga.."
Puuufff... Tisya mengeluarkan nafas panjang dan mematikan api diatas lilin berbentuk angka 5, semua teman Tisya berteriak hore! Dan tentu saja semua teman Tisya nampak senang dan bersemangat karena ini adalah saatnya untuk membagikan kue.
Sore ini begitu indah bagi Tisya, melihat dia tak henti-hentinya tersenyum manis diantara kado-kado yang satu persatu mulai dipegangi sambil menebak-nebak apa isi dibalik kado ini, dan sebentar-sebentar berteriak "Mah... Boleh buka kadonya sekarang gak?" Nampaknya rasa sabar Tisya sudah mulai habis, sementara mamahnya masih sibuk merapikan ruangan.
Tisya sangat senang sekali dengan hari ulang tahunya, walaupun saya punya hari ulang tahun saya sendiri, tapi saya tidak pernah punya kegembiraan seperti yang Tisya rasakan hari ini, saya sudah bertahun-tahun kehilangan moment seperti ini, sejujurnya saya memang sudah tidak memperdulikan lagi hari ulang tahun saya, bukan karena saya benci hari ulang tahun, tapi karena sulitnya menerima penambahan usia yang membuat saya menganggap hari ulang tahun bukan sesuatu yang penting lagi, setiap bertambah usia berarti harus menerima tanggung jawab baru dan semakin dewasa semakin banyak batasan-batasan yang harus saya terima. Saya memang ingin panjang umur tapi tak sedikitpun mau menjadi tua.
Ulang tahun tidak memiliki arti apa-apa selain penambahan usia, jika Tisya merasa bahagia itu karena dia belum kehilangan masa kanak-kanaknya, duapuluh tahun kedepan yakin dia akan merindukan moment seperti ini.
Untuk kepanakan saya Letisya...
Iwan (Maret 2008)
I Really miss my secret room..
Saya beranggapan bahwa ruang privasi itu sangatlah penting karena semakin besar tugas kita didunia semakin besarlah tanggung jawab yang kita dapat dan semakin penting upaya untuk mengenal diri sendiri. Untuk beristirahat dari keramaian dan mengakrabi sepi, memikirkan yang tidak dipikirkan orang kebanyakan. Saya merasa masih belum cukup syarat menjadi "orang" sebelum saya bisa memiliki tempat persembunyian saya sendiri, dimana saya bisa ngobrol bebas dengan diri saya sendiri dan menjawab semua pertanyaan yang saya buat sendiri. Dimana saya tidak takut melakukan apapun dalam rangka menyelami pikiran terliar dalam otak saya.
Batman juga punya tempat persembunyian begitu juga dengan Superman dan Ksatria baja hitam. sementara saya sendiri masih merindukan punya satu ruang untuk sendiri. Ruang tidur saya dirumah tidak mirip dengan sebuah kamar sepertinya lebih mirip dengan sebuah gudang, ruang sempit yang hanya bermuatan untuk 3 orang telah dipenuhi oleh barang-barang yang tak punya tata letak, padahal saya telah membuatnya semenarik mungkin, menempelkan beberapa poster yang sengaja dibuat berantakan agar berkesan "gue banget" tapi entah kenapa rasanya masih ada yang kurang. Tapi saya tahu benar bagaimana cara menghibur diri saya sendiri. Dari kecil saya sudah terbiasa dengan imajinasi yang berlebih, tidak takut dibilang gila selama saya masih enjoy untuk berkhayal, saya masih bersedia menjadi manusia aneh dan tak pernah berhenti mengupdate semua memori masa kecil saya. Sungguh saya merindukan ruang rahasia itu...
Iwan ( juli 2007 )
Rabu, 15 Agustus 2007
Saya Bekerja Dan Bekerja..

Musuh telinga saya adalah alaram Jam yang terdengar bising pada pukul setengah enam pagi. mamaksa saya untuk menjalankan rutinitas yang sebenarnya saya sendiri juga sudah bosan, dengan sangat terpaksa mau gak mau saya harus tetap menjalankan rutinitas tersebut. satu-satunya yang menghibur saya ketika pagi datang adalah secangkir teh dan Suara seksi Morrissey. rasanya saya belum cukup afdol beraktivitas jika tidak menjalankan Ritual ini. Duduk, secangkir teh dan musik, sampai saya benar-benar siap untuk menjalankan Aktivitas harian saya. saya tidak pernah mendengarkan berita pada pagi hari karena telinga saya memang benar-benar sensitif tak bisa diajak untuk mendengarkan yang jelek-jelek seperti berita kriminal. dimana otak saya yang masih fresh sudah harus di isi oleh teror yang membuat ragu untuk melangkah keluar rumah. suasana pagi itu indah jadi saya tidak ingin ada kabar buruk pada pagi hari.
Kemanakah Hilangnya Api Di Ujung Sebatang Lilin Yang Kau Tiup
Mimpi yang menyeramkan membuat gue tersentak bangun pada suatu malam. Jantung berdebar kencang dan keringat dingin meleleh dari pelipis. Sejenak gue merasa blank, mata sudah memaksa untuk terpejam lagi namun sekuat tenaga gue paksakan untuk tetap terjaga. Gue takut mimpi yang sama terulang, dan akhirnya gue memutuskan untuk terjaga sampai pagi tiba.
Dalam mimpi itu, gue melihat gue meninggal dunia. Dimandikan, dikafani, dimasukkan kedalam keranda mayit, diusung ke pekuburan, lalu gue melihat beberapa orang menggali sebuah lubang, sementara seseorang memegang sebuah nisan kayu bertuliskan nama gue lengkap dengan tanggal lahir dan kematian gue. Lalu gue melihat tubuh gue yang udah dibungkus kafan diturunkan perlahan-lahan ke liang yang baru digali itu, mereka mengubur gue! Dan bersamaan dengan sebongkah tanah liat yang menghantam muka gue, pada saat itulah gue tersentak bangun…
Kemanakah kau pergi setelah keluar dari tubuhku..?
Apakah jiwaku akan menyusuri sebuah lorong panjang dengan sebuah cahaya terang memancar dari ujung sebelah
Apakah sesosok makhluk akan menyeret atau membimbing jiwaku menuju pengadilan jiwa-jiwa..?
Apakah jiwaku akan melayang-layang kasat mata dengan sayap yang tiba-tiba tumbuh di punggungku dan lingkaran cahaya halogen mengambang diatas kepala jiwaku, seperti yang ada dalam sosok ‘orang mati’ di film-film kartun…?
Apakah aku akan bereinkarnasi menjadi sesuatu di kehidupan ke dua..?
Ataukah tidak ada apa-apa setelah kematian..? hanya kosong dan hampa.? Seperti yang para Nihilis dan Atheis bilang ‘tidak ada apa-apa setelah kematian, ketika kau mati..selesailah semuanya..’..? ( untuk kemungkinan yang terakhir ini dengan tegas aku menyatakan tidak percaya…)
Kemanakah hilangnya api diujung sebatang lilin yang kau tiup..?
Mana yang fana
Mana yang abadi
mana yang nyata
Mana yang hakiki..
aku hanya tahu, aku memang akan meninggalkan semuanya..semua yang kucintai dan kuperjuangkan di dunia…Aku akan meninggalkan keluargaku yang sangat kucintai..
Aku akan meninggalkan sahabat-sahabat…
Aku akan meninggalkan kekasihku yang juga begitu kucintai
Aku akan meninggalkan komputer Pentium 4ku dan semua koleksi buku, kaset dan film-filmku
Aku akan meninggalkan semua baju, sepatu, tas dan semua tetek bengek benda keduniawi-an yang kubeli dengan susah payah..
Aku akan meninggalkan uang yang ku cari dengan mandi peluh pada saat di dunia..
Aku akan meninggalkan semua yang kucintai, kuperjuangkan dan kubanggakan…
Aku akan meninggalkan dunia yang romantika kehidupannya sungguh sangat membuatku lupa dan meremehkan kematian…
tubuh, paras dan rambut yang pernah sangat kubanggakan….kelak akan menjadi sesuatu yang menjijikkan..
tanganku tak bisa mengepal gagah keudara lagi, jari –jariku tak bisa pointing finger lagi..
tenggorokanku tak bisa bershouting ria lagi..jangankan ber-shouting ria, berbisik pun tidak bisa..
sendirian di dalam tanah lembab, gelap dan dingin…
apa lagi yang bisa kubanggakan..?
aku tak bisa sombong lagi…
Kematian ini begitu nyata dan dekat!
atau kau masih terjebak dalam anak tangga ‘ kenapa aku hidup dan dilahirkan..?’
Hmmmm…aku sudah melewati anak tangga itu kemarin. Dan sekarang aku baru akan menapak anak tangga ‘ Kemanakah hilangnya api diujung sebatang lilin yang kau tiup..?
….ada yang bisa membantuku melewati anak tangga ini..??
( ringo, titikterang56@yahoo.com ).
Selasa, 07 Agustus 2007
salam..

Buta Warna bisa juga disebut newsletter tapi saya lebih senang menyebut ini Blogs dengan Versi cetak, terserah aja jika orang lain punya pendapat yang berbeda, tak ada yang melarang kalian berpendapat. orang boleh berbicara semaunya menurut apa yang dianggapnya benar, sebaliknya saya juga mempunyai hak untuk berpendapat menurut apa yang saya anggap benar.


IWAN,